Wednesday, September 30, 2009

Demak - Mesjid Agung

Di kompleks Makam Kesultanan Bintoro Demak, antara lain terdapat makam Sultan Demak pertama, yakni Raden Patah yang berkuasa 1478 – 1518, Raden Patiunus (1518-1521), dan Raden Trenggono (1521-1546), serta Putri Campa, ibunda Raden Patah.

Sejarah
Sejarah Masjid Agung Demak, termasuk Kesultanan Bintoro Demak, bermula dari sosok Raden Patah, perintis kerajaan Islam di Jawa. Ia disebut-sebut sebagai putra Raja Majapahit Brawijaya V dengan putri asal Campa (kini Kamboja) yang telah masuk Islam. Masa kecilnya dihabiskan di Pesantren Ampel Denta -pesantren yang dikelola Sunan Ampel. Ibu Sunan Ampel (istri Maulana Malik Ibrahim), juga putri penguasa Campa.

Saat Majapahit melemah dan terjadi pertikaian internal, Raden Patah melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit dan membangun Kesultanan Demak. Dalam konflik dengan Majapahit, ia dibantu Sunan Giri. Berdirilah Kesultanan Demak pada 1475 atau beberapa tahun setelah itu. Kelahiran Demak tersebut mengakhiri masa Kerajaan Majapahit. Akibatnya, konon sebagian penganut Hindu kemudian hijrah ke Bali dan sebagian mengasingkan diri ke Tengger.



Makam Pangeran Seda Lepen (tengah)


Babad Tanah Jawi menyebutkan bahwa pengganti Raden Patah adalah Pangeran Sabrang Lor. Dia yang menyerbu Portugis di Malaka pada 1511. Pangeran Sabrang Lor ini tampaknya adalah Dipati Unus (Raden Patiunus) menurut sumber Portugis. Pada 1524-1546, kekuasaan Demak dipegang oleh Sultan Trenggono yang dilantik oleh Sunan Gunung Jati, Sultan Cirebon, yang juga salah seorang walisongo, sembilan wali penyebar agama Islam di Jawa.

Namun keberadaan kerajaan Demak tak pernah sepi dari rongrongan pemberontakan. Di masa pemerintahan Raja Trenggono, walau berhasil menaklukan Mataram dan Singosari. Tapi perlawanan perang dan pemberontakan tetap terjadi di beberapa daerah yang memiliki basis kuat keyakinan Hindu. Sehingga, daerah Pasuruan serta Panarukan dapat bertahan dan Blambangan tetap menjadi bagian dari Bali yang tetap Hindu. Di tahun 1548, raja Trenggono wafat akibat perang dengan Pasuruan.

Kematian Trenggono menimbulkan perebutan kekuasaan antara adiknya dan putranya bernama Pangeran Prawoto yang bergelar Sunan Prawoto (1549). Sang adik berjuluk Pangeran Seda Lepen terbunuh di tepi sungai dan Prawoto beserta keluarganya dihabisi oleh anak dari Pangeran Seda Lepen yang bernama Arya Panangsang.

Makam Raden Patah (paling kanan)

Takhta Demak dikuasai Arya Penangsang yang terkenal kejam dan tidak disukai orang, sehingga timbul pemberontakan dan kekacauan yang datangnya dari kadipaten-kadipaten. Apalagi ketika Adipati Jepara yang mempunyai pengaruh besar dibunuh pula, yang mengakibatkan si adik dari Adipati Jepara berjuluk Ratu Kalinyamat bersama adipati-adipati lainnya melakukan pemberontakan dalam bentuk gerakan melawan Arya Panangsang.

Salah satu dari adipati yang memberontak itu bernama Hadiwijoyo berjuluk Jaka Tingkir, yaitu putra dari Kebokenongo sekaligus menantu Trenggono yang masih ada hubungan darah dengan sang raja. Jaka Tingkir, yang berkuasa di Pajang Boyolali, dalam peperangan berhasil membunuh Arya Penangsang, setelah itu ia memindahkan Kraton Demak ke Pajang dan menjadi raja pertama di Pajang. Dengan demikian, habislah riwayat Kerajaan Islam Demak.

Dalam buku Sejarah Ummat Islam Indonesia yang diterbitkan Majelis Ulama Indonesia, Sultan Trenggono banyak membuat langkah besar. Pada masanya, Sunda Kelapa (kini Jakarta) digempur. Berbagai wilayah lain ditaklukkannya. Namun ia tewas dalam pertempuran menaklukkan Panarukan – Jawa Timur. Ia diganti adiknya, Sunan Prawoto, yang lemah. Banyak adipati memberontak. Prawoto dibunuh Adipati Jipang, Ario Penangsang.

Kesultanan Demak kemudian berakhir. Jaka Tingkir atau Sultan Adiwijaya, menantu Trenggono, lantas memindahkan kerajaan ke Pajang dan menjadi Raja Pajang pertama. Atas bantuan Senopati, anak Ki Ageng Pemanahan, Ario Penangsang dapat dikalahkan. Senopati dijadikan menantu Sultan. Begitu Adiwijaya wafat, dia mengambil alih kekuasaan dan memindahkannya ke Mataram.

Didirikan Walisongo
Menurut legenda, masjid ini didirikan oleh Walisongo secara bersama-sama dalam tempo satu malam. Babad Demak menunjukkan bahwa masjid ini didirikan pada tahun Saka 1399 (1477 M) yang ditandai oleh candrasengkala (kata-kata Jawa kuno yang melambangkan arti angka yang disusu dari belakang) “Lawang Trus Gunaning Janmi”. Data lain menyebutkan, masjid dibangun dua tahun sesudahnya, seperti pada gambar bulus yang berada di mihrab masjid ini yang terdapat lambang tahun Saka 1401 yang menunjukkan bahwa masjid ini berdiri tahun 1479.

Bangunan Masjid Agung Demak terbuat dari kayu jati berukuran 31 m x 31 m dengan bagian serambi berukuran 31 m x 15 m. Atap tengahnya ditopang oleh empat buah tiang kayu raksasa (saka guru), yang dibuat oleh empat wali di antara Wali Songo. Keseluruhan bangunan ditopang 128 soko, empat di antaranya soko guru yang menjadi penyangga utama bangunan masjid. Jumlah tiang penyangga masjid 50 buah, sebanyak 28 penyangga serambi dan 34 tiang penyangga tatak rambat, sedang tiang keliling sebanyak 16 buah.

Soko sebelah tenggara adalah buatan Sunan Ampel, sebelah barat daya buatan Sunan Gunung Jati, sebelah barat laut buatan Sunan Bonang, sedang sebelah timur laut yang tidak terbuat dari satu buah kayu utuh melainkan disusun dari beberapa potong balok yang diikat menjadi satu (soko tatal), merupakan sumbangan dari Sunan Kalijaga. Serambinya dengan delapan buah tiang boyongan merupakan bangunan tambahan pada zaman Adipati Yunus (Patiunus atau Pangeran Sabrang Lor), Sultan Demak kedua (1518-1521) pada tahun 1520.

Dalam proses pembangunannya, Sunan Kalijaga memegang peranan yang amat penting. Wali inilah yang berjasa membetulkan arah kiblat. Menurut riwayat, Sunan Kalijaga juga memperoleh wasiat antakusuma, yaitu sebuah bungkusan yang konon berisi baju “hadiah” dari Nabi Muhammad SAW, yang jatuh dari langit di hadapan para wali yang sedang bermusyawarah di dalam masjid itu.

Masjid Agung Demak menjadi monumen hidup penyebaran Islam di Nusantara.
Walisanga sebagai penyebar ajaran Islam bersama-sama masyarakat muslim ketika itu bahu-membahu membangun masjid. Sultan Demak dan Sunan Kalijaga memimpin pembangunan sehingga memungkinkan pekerjaan dapat berlangsung sesuai rencana yang sudah disusun.

Berdasarkan hasil musyawarah para wali berkisar penyiaran Islam, pada Jumat Legi 1428 diputuskan membangun masjid di bilangan Gelagah Wangi, Demak, Jawa Tengah. Pembagian pekerjaan berlangsung dan masing-masing wali melaksanakan tugas memimpin pembuatan bagian-bagian masjid.. Soko guru yang menjadi tiang utama penyangga masjid dikerjakan para wali. Empat wali memimpin pembuatan soko guru yang monumental.

Sunan Kalijaga memimpin membuat soko guru di bagian timur laut, Sunan Bonang membuat soko guru di bagian barat laut, Sunan Ampel membuat soko guru di bagian tenggara dan Sunan Gunungjati membuat soko guru sebelah barat daya. Soko guru yang dibuat Sunan Kalijaga memiliki cerita tersendiri di masyarakat, konon soko guru yang tingginya tiga meter dengan garis tengah 1,45 meter tidak sama panjang sehingga membutuhkan sambungan.

Sunan Kalijaga yang bertanggung jawab membuat soko guru di timur laut menyusun sisa-sisa kayu yang diikat menjadi satu sepanjang kekurangannya agar keempat soko guru menjadi sama panjang. Soko guru yang dikenal sebagai soko tatal menjadi legenda di masyarakat hingga sekarang, menurut penelitian bagian dalam dari soko tatal seperti juga ketiga soko yang lain.

Masjid Agung Demak yang berdiri di tengah kota menghadap alun-alun luas, diyakini masyarakat muslim sebagai pusat kegiatan kemasyarakatan dan keumatan. Berdasarkan pola pembangunan kota-kota di Jawa yang diawali dari Dinasti Demak Bintoro, menjadi satu kesatuan antara masjid, kraton dan saran-sarana pendukungnya termasuk alun-alun di bagian tengah. Atas dasar itu diperkirakan bekas Kraton Demak Bintoro kira-kira di sebelah selatan tidak jauh dari kawasan alun-alun dan Masjid Agung Demak sekarang.

Bangunan masjid yang berdiri sekitar tahun 1428, banyak mengalami perbaikan dan pemugaran. Pembangunan kembali terakhir kalinya terjadi tahun 1987 dengan bantuan dana dari APBN. Bantuan juga datang dari negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) termasuk Arab Saudi dan negara-negara di Jazirah Arabia, termasuk Turki, Malaysia dan Brunei Darussalam.

OKI mengakui keberadaan Masjid Agung Demak sebagai monumen bagi masyarakat muslim yang memiliki arsitektur khas sesuai dengan dinamika zamannya.

Masjid Agung Demak memiliki arsitektur khas masyarakat muslim Nusantara, membedakan dengan umumnya bangunan masjid di Jazirah Arabia yang menggunakan kubah. Masjid Agung Demak menggunakan atap bersusun tiga berbentuk segitiga sama kaki, konon setiap bagian mengandung makna yang tersirat dari bentuk-bentuk yang terwujud.

Atap bersusun tiga menjadi perlambang bagi setiap orang yang beriman dimulai dari tingkat mukmin, muslim dan muhsin atau iman, islam dan ihsan Demikian halnya dengan lima buah pintu yang menghubungkan satu bagian dan bagian yang lain, diharapkan mengingatkan setiap manusia akan adanya rukun Islam yang lima yakni syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji.

Sedang enam jendelanya melambangkan rukun iman yakni percaya kepada Allah SWT, percaya kepada rasul-rasulNya, percaya kepada kitabNya, percaya kepada malaikatNya, percaya akan datangnya kiamat dan qada qadar.

Demikian halnya dengan kolam air yang menghubungkan bagian luar dan masjid, selain diharapkan sebagai sarana untuk menyucikan diri, juga mengandung sejumlah perlambang agar masyarakat selalu membersihkan diri dari berbagai kotoran yang menempel dalam diri dan hati.

Bentuk bangunan atap yang bersusun-susun hanya dikenal di kepulauan Nusantara, bentuk atap bersusun dapat ditemukan di seluruh pelosok tanah air mulai dari Aceh hingga Maluku.

Bentuk bangunan yang berbeda dengan umumnya masjid di banyak negara, segera diikuti bentuk-bentuk masjid kontemporer yang tidak menggunakan kubah sebagai cirinya.

Bentuk bangunan Masjid Agung Demak yang berbeda dari kelaziman zaman itu merupakan hasil ijtihad, selain itu sebagai upaya mengadopsi arsitektur lokal yang berkembang di masyarakatnya. Demikian halnya dengan upaya memanfaatkan iklim tropis yang membedakan daerah lain di berbagai penjuru dunia. Bangunan yang berkembang di kawasan itu meliputi joglo yang memaksimalkan bentuk-bentuk limas dengan berbagai dinamikanya.

Dalam sejarah Masjid Agung Demak, sampai kini masih dilestarikan upacara penjamasan atau memandikan Keris Kyai Crubuk, Kutang Ontokusumo dan Kyai Sengkelat peninggalan Sunan Kalijaga, yang dibawa dari Keraton Surakarta ke Kadilangu Demak, yang disebut Grebeg Besar.
Upacara dimulai setelah melakukan shalat Idul Adha di Masjid Agung kemudian diteruskan dengan prosesi iring-iringan prajurit yang mengawal minyak jamas, minyak untuk memandikan pusaka, yang didatangkan dari Kraton Surakarta Hadiningrat. Iring-iringan ini dimulai dari Pendopo Kabupaten Demak sampai ke Makam Kadilangu.

Pada awalnya Grebeg Besar dilakukan tanggal 10 Dzulhijjah 1428/Caka dan dimaksudkan sekaligus untuk memperingati genap 40 hari peresmian penyempurnaan Masjid Agung Demak. Mesjid ini didirikan oleh Walisongo pada tahun 1399 Caka, bertepatan 1477 Masehi seperti tertulis pada candrasengkala “Lawang Trus Gunaning Janmi”.

Pengukuhannya secara resmi pada 1 Dzulhijjah 1428/Caka ketika Sunan Giri meresmikan penyempurnaan masjid ini. Karena di luar dugaan pengunjung sangat banyak, kesempatan ini digunakan para Wali untuk melakukan dakwah Islam. Tujuan Grebeg Besar, hakikatnya adalah merayakan Hari Raya Kurban dan memperingati 40 hari peresmian Masjid Demak.

Tradisi Grebeg Besar, sekitar tahun 1970-an, hampir dilupakan masyarakat, karena semakin berkurangnya jumlah pengunjung. Ketika itu Bupati Demak Drs Winarno bersama Kepala Dinas Pariwisata Jateng Drs Sardjono, memiliki gagasan mengembangkan pariwisata untuk menambah daya tarik pengunjung. Kemudian dibuatlah atraksi upacara penyerahan minyak jamas dari Kraton Surakarta kepada Bupati Demak, diiringi prajurit “Patangpuluhan” yang jumlahnya empat puluh orang.

Pakaian prajurit ini dirancang oleh Dinas Pariwisata Jateng, sedangkan untuk aba-aba baris-berbaris dilatih secara khusus oleh anak wayang kelompok “Ngesti Pandowo”. Juga masih ditambah lagi dengan atraksi pemotongan “Tumpeng Sanga” yang melambangkan Walisanga karena jumlah tumpengnya sembilan buah. Di luar dugaan, dengan ditambahkannya even ini, pengunjung Grebeg Besar semakin banyak.


enj/ dari berbagai sumber

Pic taken from museumindonesia.info

Wednesday, February 18, 2009

Burung Enggang: Lambang Kepemimpinan Suku Dayak


Orang2 tradisional biasanya selalu akrab dengan dunia simbol. Tato2 pada laki2 Dayak, kuping panjang pada wanita Dayak, atau "coretan2" artistik pada wajah dan tubuh suku Asmat (Papua), semuanya tentu mengandung makna2 tersendiri sebagai ungkapan diri terhadap keberadaan mereka dalam komunitasnya. Kalau Anda berpergian ke kota2 besar di Kalimantan (Balikpapan, Samarinda, Palangkaraya, dsb), simbol2itu juga banyak kita lihat. Satu di antaranya adalah ukiran2 kayu atau lukisan burung enggang, yang banyakkita jumpai di gedung2 pemerintahan atau di sudut2jalan kotanya (Foto: burung enggang di salah satu sudut kota Balikpapan).

Burung tersebut bagi orang Dayak dianggap sebagai burung "suci". Setidaknya sebagai perlambang kemuliaan dan kewibawaan pemimpin suku mereka. Burung enggang (di kota kita mengenalnya sebagai burung rangkong?) memang dikenal sebagai burung yang selalu terbang tinggi menjelajah hutan dan gunung,lalu hinggap di ketinggian pohon2 besar. Tubuhnya indah, suaranya merdu dan melengking jauh hingga terdengar dari kejauhan. Bulunya yang indah, disimbolkan sebagai pemimpin yangdikagumi oleh rakyatnya. Sayapnya yang tebal menggambarkan sebagai pemimpin yang melindungi rakyat. Suaranya yang keras, menandakan perintahnya yang selalu didengar oleh rakyat. Dan ekornya yang panjang, dilambangkan sebagai pertanda kemakmuran bagi orang Dayak. Atau dengan kata lain, demikianlah idealnya seorang pemimpin bagi masyarakat Dayak. Orang Dayak memang selalau dekat dengan alam. Dari alam mereka hidup dan dari alam pula mereka mengambil makna dalam kehidupannya.

Dengan demikian,mengambil hutan atau tanah dari kehidupan orang Dayak, sama saja dengan mencabut mereka dari akar2kehidupannya. Sebagaimana ikan yang dipisahkan dari air. Karena itu, diperlukan kearifan2 dalam memahami setiap masyarakat dengan segala kebudayaannya. Bukankah kita baru "mengetahui" diri kita setelah "melihat" oranglain"?
Donny Budiman

Melawat Ke Banten





Provinsi Banten boleh dibilang masih berusia muda. Tepatnya baru berusia sekitar 6 tahun, bila dihitung dari pemisahan wilayahnya dari Provinsi Jawa Barat pada tanggal 4 Oktober 2000 lalu (Otonomi Daerah). Namun demikian, bila kita lihat jejak sejarahnya, kehidupan bernegara di Banten sebenarnya sudah terbilang lama. Setidaknya pada abad XVI hingga XIX, Banten pernah menjadi wilayah pemerintahan Kerajaan/Kesultanan Islam Banten yang berdaulat dengan pelabuhannya yang ramai dikunjungi berbagai bangsa di dunia.

Pusat pemerintahan Kesultanan Banten terletak di daerah Banten Lama sekarang. Jaraknya hanya sekitar110 Km dari Jakarta. Setelah 2 jam lamanya kita berkendaraan dari Jakarta, maka sampailah kita di kota Serang, ibu kota Provinsi Banten sekarang. Dari Serang, bila kita arahkan kendaraan kita ke arah utara sekitar 10 Km, kita pun akan menjumpai situs2 kerajaan tua di sana. Salah satu peninggalan Kerajaan Islam Banten yangmasih terawat dengan baik hingga kini adalah mesjid agung. Mesjid tersebut dibangun pada masa kepemimpinan Maulana Hasanudin (1552 -1570 M), Sultan Banten pertama. Beliau adalah putra Syekh Syarif Hidayatullah atau yang lebih dikenal orang dengan sebutan SunanGunung Jati, salah satu dari Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di Jawa.Arsitektur mesjid tersebut boleh dibilang unik. Atapnya yang terbuat dari kayu bersusun yang berbentuk limas, tak seperti lazimnya atap mesjid yang berbentuk kubah. Hal itu mengingatkan kita pada ciri khas bangunan China. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwapada saat itu akulturasi budaya sudah terjadi di sana. Demikian pula dengan menara mesjidnya. Menara mesjid yang setinggi 30 meter dan berbentuk segi delapan dengan ujung bulat dan terletak di halaman depan mesjid, konon juga dibangun oleh arsitek Mongol bernama Cek Ban Cut, beberapa tahun setelah mesjid berdiri. Menara ini mengambil model mercusuar yangbanyak dijumpai di Portugis (juga bangunan mercusuar lain seperti di Anyer dan Kepulauan Seribu Jakarta). Sedang bangunan tambahan di samping mesjid yang disebut bangunan Tiyamah, sangat kental bernuansa Belanda, yang awalnya digunakan penguasa saat itu untuk membicarakan masalah keagamaan. Ketiga bangunan di atas hingga kini masih terawatdengan baik. Dan pada hari2 tertentu sangat ramai di kunjungi para wisatawan baik dari dalam maupun luarnegeri. Dalam kesempatan tersebut, para pengunjung tidak lupa berziarah ke sejumlah makam sultan yang berada dalam kompleks mesjid atau daerah yang tidak jauh di sekitarnya. Mesjid Agung sendiri, selain masih dipakai untuk shalat Jumat, juga dipakai untuk acara2 ritual agama lainnya –katakanlah seperti acara Maulid Nabi, Shalat Terawih, dan sebagainya. Bila kita naik ke menara mesjid melalui tangga yang melingkar ke atas, maka sejauh mata memandang terlihatlah pemandangan pelabuhan Banten Lama yang masih elok untuk dipandang. Pikiran kita pun menerawang pada kehidupan masa lalu yang sudah ber-abad2 lamanya. Terjadinya perpaduan budaya pada peninggalan sejarah Banten masa lalu dimungkinkan karena awalnya Banten memang pernah menjadi salah satu pelabuhan laut yang ramai dikunjungi orang. Hubungan diplomatik antar negara pun sudah terjadi saat itu dengan saling mengirimkan duta besarnya, seperti dengan negara2 Timur Tengah atau Eropa lainnya. Tidak heran bila para pelayar maupun pedagang dari berbagai penjuru dunia sudah banyak yang singgah bahkan menetap lama di sana. Cornelis de Houtman, seorang pemimpin armada Belanda yang datang ke Batavia pada tahun 1596, sebelum mendarat di pelabuhan Sunda kelapa sempat singgahbeberapa hari di pelabuhan Banten Lama dan diterima dengan baik oleh Sultan Banten. Dalam catatannya ia menulis, pada saat itu pelabuhan Banten sudah ramai dikunjungi pedagang2 dari Portugis, Arab, Turki,China, Keling, Malaya, benggali, Gujarat dan malabar.Mereka berbaur dengan pedagang2 dari Jawa, Bugis,Madura dan Ambon yang juga sudah akrab dengan kehidupan di Banten. Adapun barang2 yang diperdagangkan saat itu adalah mulai dari sutra China,emas, kain tenun hingga berbagai jenis kebutuhan hidup se-hari2 lainnya.Keraton Surosowan, tempat kediaman Sultan, terletak tidak jauh di samping mesjid.
Hanya sayang, kondisi keraton tersebut kini sudah tidak utuh lagi. Yang tersisa kini cuma pondasi dan tembok dinding istana saja. Itu pun dalam keadaan yang sudah sangat memprihatinkan. Menurut catatan sejarah, keraton Surosowan mengalami penghancuran dua kali. Pertama sewaktu terjadi perang saudara tahun 1680 antara Sultan Ageng Tirtayasa (Sultan ke-6 dalam masa pemerintahan Kesultanan Banten) dengan putranya Sultan Haji yang dibantu oleh Belanda. Pada saat itu Sultan Ageng sempat dikalahkan dan dipaksa keluar dari istana. Dan kedua saat Gubernur Jenderal Hindia Belanda Daendels tahun 1831 melakukan penghancuran total menyusul sikap Sultan Rafiudin, sultan terakhir Kesultanan Banten, yang menolak perintah sekaligus melakukan perlawanan terhadap Daendels. Pada saat itu Sultan Rafiudin menolak permintaan Daendels untuk memberikan sebagian rakyatnya agar ikut dalam program kerja paksa (rodi) untuk membangun jalan trans Anyer – Panarukan, yang menjadi proyek prestis Daendels dan banyak memakan korban. Tidak sedikit dari rakyat yang mati karena kelaparan dan penyakit malaria saat itu. Beberapa makamnya kini bisa kita saksikan di sepanjang jalan keAnyer, di daerah barat Banten. Meskipun Kesultanan Banten telah punah sejak abadke-19, namun jejak dan semangat perjuangannya masih terasa hingga kini. Setidaknya bila kita melihat karakter khas orang Banten dan semarak keagamaannya pada saat bulan puasa atau hari2 besar umat Islam lainnya tiba. Situs2 itu masih ramai mereka kunjungi. Memang, berkunjung ke situs2 Banten Lama sekarang,selain membawa kita pada kenangan kejayaan Islam masa lalu, juga membawa pelajaran bagi kita, bahwa rasapersatuan di antara sesama bangsa sangat perlu agar kita tidak mudah dipecah belah oleh bangsa lain.
Donny Budiman
*Foto diambil dari berbagai sumber

Mercusuar Anyer


Menelusuri bibir pantai barat pulau Jawa memang mengasyikkan. Selain kekayaan budayanya, juga di sana banyak objek wisata yang menarik. Mulai dari keeksotikan budaya Baduy yang masih memegang teguh budaya nenek moyang, karang bolong, panorama alam, hingga sarana pariwisata modern lainnya. Kalau suatu ketika Anda menelusuri Pantai Anyer, Banten, tepatnya di Desa Cikoneng, Anda pasti akan menemukan sebuah mercusuar tua di sana. Mercusuar yang dibangun Belanda pada abad XIX itu (beberapa saat setelah Kesultanan Banten runtuh) hingga kini masih eksis berdiri sebagai saksi sejarah. Fungsinya tiada lain tiada bukan untuk memberi tanda pada kapal2 yang menyeberangi Selat Sunda dan yang ingin berlabuh dipantai Anyer.

Meski renta, mercusuar tersebut masih berfungsi hingga kini. Pada hari2 tertentu, kalau rasa ingin tahu itu datang, kita dapat menaiki mercusuar hingga ke puncak. Dari ketinggian, kita akan melihat sebuah pemandangan menarik di Selat Sunda. Bila hari cerah dan kabut tidak menyelimuti, anak Gunung Krakatau akan terlihat di kejauhan. Sebuah gunung purba yang pernah meletus beberapa kali, sebelum meletus terakhir kali dengan ledakan dahsyatnya pada tahun 1883. Ketika letusan dahsyat itu terjadi, dua pertiga dari tubuh Gunung Krakatau amblas ke dasar laut, menyisakan sepertiganya yang masih menjulang tinggi dengan bekas aliran lahar di sekitarnya. Bentuknya tidak berbentuk segitiga sempurna lagi sebagaimana umumnya gunung, melainkan segitiga yang sudah terbelah di tengahnyadengan bentuk seperti sayatan yang tegak lurus keatas. Pada tahun 1927, dari tengah2 bekas Gunung Krakatau,tumbuh pula anak gunung yang bertambah terus tingginya setiap tahun --untuk menandakan bahwa anak gunung Krakatau tersebut adalah gunung berapi yang aktif. Sisa2 peninggalan letusan Gunung Krakatau sebagian masih bisa kita temui disamping mercusuar. Tepatnya di Gedung Telkom di sebelah mercusuar berupa bongkahan batu apung yang besar, yang masih terawat dengan baik yang terletak di pinggir jalan Anyer. Mengingat historis Anyer dalam perjalanan sejarah bangsa, mercusuar itu kini dijadikan titik nol Pulau Jawa di belahan barat, setelah sebelumnya terletak di Pasar Anyer. Tidak jauh dari mercusuar, didapati pula bangunan bekas stasiun kereta api yang pernah dijadikan alat transportasi masyarakat pada tahun1960-an. Hanya sayang, bangunan itu kini tidak terawat dengan semak belukar di sekelilingnya. Selain menarik untuk memandang, lingkungan sekitar merucusuar juga menarik untuk dijadikan salah satu"situs2 cinta" Anda dengan sang kekasih. Datanglah!

Donny Budiman

Fenomena Krakatau


Krakatau adalah salah satu gunung berapi yang paling populer di Indonesia bahkan dunia. Penyebabnya, selain letaknya di tengah laut yakni di Selat Sunda, Krakatau pernah meletus tanggal 27 Agustus 1883 dengan daya ledakan yang maha dahsyat.
Menurut Verbeek (1885), Krakatau berasal dari kata Rakata, yang dalam bahasa Sansekerta berarti kepiting. Tak jelas mengapa disebut demikian. Tapi boleh jadi, bentuk awal Krakatau sebelum terjadinya letusan 1883memang seperti kepiting. James Cook (1780), pengelana berkebangsaan Inggris yang pernah singgah di Krakatau dgn kapal Resolution, membuat catatan bahwa pada saat itu Krakatau sudah ramai dihuni penduduk. Di sana terdapat sumber mata air panas, pepohonan, dan beraneka ragam makanan. Sebelum Krakatau meletus, luas pulau tsb 47 Km persegi.

Tingginya mencapai 1800 meter di atas permukaan laut, sementara kedalamannya mencapai 300meter di bawah permukaan laut. Kalderanya diperkirakan6,5 Km luasnya, dengan tiga puncak yg menjulang tinggi,masing2 adalah Danan, Rakata, dan Perbuatan. Secara teoritis, letusan gunung berapi terjadi karena gesekan dari patahan tanah yg melapisi bumi. Aktifitas itu, dalam skala besar, dapat meluluhkan batuan diperut bumi yg disebut magma. Jika magma tsb terdorong ke permukaan tanah, terjadilah letusan gunung berapi yang lazim disebut erupsi.

Tapi prosesnya tentu tidak terjadi seketika, melainkan melalui tahapan2 yg disebut dengan gejala awal. Gunung Krakatau ketika meletus tahun 1883 juga menunjukkan gejala yg sama.

Bulan Mei 1883, terjadi gejala awal berupa gempa kuat yg membawa kerusakan material pd lingkungan sekitarnya seperti Anyer dan Lampung. Setelah diselingi ‘batuk’ beberapa kali,bulan Juni 1883 terjadi letusan sangat kuat pd PuncakDanan dan Perbuatan. Akibatnya, dua puncak itu hilang dari permukaan laut! Puncak letusan terjadi tgl 27Agustus 1883, dengan terjadinya dentuman dahsyat secara terus menerus yg diikuti asap tebal membubung ke langit setinggi 92,6 Km serta hujan abu sejauh 870,000 Km. Tak heran, jika ledakan itu sampai terdengar hingga ke Australia dan Madagaskar. Menurut para ahli, kekuatan letusan saat itu diperkirakan 26 kali letusan Bom H. Debu vulkanis yg dimuntahkan sempat menutupi cahaya bulan dan matahari. Akibatnya, matahari maupun bulan saling berganti warnayg menimbulkan korona warna biru, hijau, jingga, dsb. Intensitas cahaya matahari yg turun –dgn sendirinya—diikuti penurunan suhu global bumi yg kala itu mencapai 0 – 7 derajat Celcius selama satu tahun.

Karena ledakan tsb terjadi di tengah laut, terjadilah gelombang raksasa (tsunami) setinggi 30 meter yg menghantam pantai2 di sekitarnya, termasuk Banten dan Lampung. Korban jiwa mencapai puluhan ribu orang. Menurut catatan resmi pemerintah Hindia Belanda saat itu, korban jiwa yg meninggal mencapai 36.417 orang, sedangkan kerugian material tidak terhitung jumlahnya. Sebagian peninggalannya masih bisa kita temui kini di Pantai Anyer berupa bongkahan batu besar (di sebelahMercusuar Anyer) dan di Lampung berupa lampu kapal yang terdampar ke sana (Lihat foto). Sebagai gambaran, jarak Pantai Anyer di Banten ke Krakatau sekitar 30Km, sementara dari Krakatau ke Bandar Lampung sekitar45 Km! Efek langsung dari letusan tsb, dua pertiga Gunung Krakatau hilang dari permukaan laut. Sisanya bisa di saksikan pada Pulau Rakata, yg kalau diamati dari dekat tidak berbentuk segitiga lagi sebagaimana layaknya sebuah gunung, tapi sebagian sisinya sudah datar yang berdiri tegak lurus menjulang ke atas dgn bekas aliran lahar di sana.

Setelah sekian lama terjadi letusan, pada tahun 1927,di bekas letusan Krakatau terjadi fenomena baru, yakni munculnya anak gunung Krakatau dari permukaan laut. Tetapi tak lama kemudian anak gunung itu hilang dari permukaan laut hilang ditelan gelombang, sebelum kemudian muncul kembali tiga tahun kemudian. Anak Krakatau dari tahun ke tahun tumbuh semakin besar. Kini tingginya sudah mencapai 230 meter dari permukaan laut atau 530 meter jika diukur dari dasar laut. Pertumbuhan anak Krakatau diperkirakan akan terus bertambah seiring dgn pertumbuhan gunung berapi aktif yg mengeluarkan material dari kawahnya berupa pijaran lava dan bom vulkanik ke udara. Kadang2 letusan kecil masih kerap terjadi. Secara kasat mata, pijaran lavanya sungguh indah dipandang mata dengan warnanya yang beraneka, membuat para wisatawan ingin datang melihat atau mendekat. Namun disisi lain, hal itu juga mendatangkan kekhawatiran pemerintah setempat kalau2 gunung tsb meledak lagi.

Untuk itu, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi secara aktif terus mendeteksi dengan peralatan seismograf agar diperoleh gambaran tingkat keaktifan Krakatau sudah mendekati bahaya atau tidak.Fenomena menarik lain, pada sebagian tubuh anak Krakatau kini mulai rimbun ditumbuhi pepohonan dan dihuni berbagai binatang jenis unggas dan reptil. Keberadaan flora dan fauna tsb, kemungkinan besar dibawa oleh angin, burung atau air laut.

Tak tertutupkemungkinan pula pepohonan itu mulanya ditanam oleh nelayan yg singgah di sana untuk berteduh. Para ahli dari berbagai bidang hingga kini masih aktif memantau pertumbuhan fenomena baru itu.Pertanyaannya kemudian: apakah anak gunung Krakatau bisa meletus lagi seperti induknya dulu? Prof AdjatSudradjat, salah seorang pakar vulkanologi, menyatakan bahwa anak Krakatau mungkin saja meletus lagi meski mungkin membutuhkan waktu yg lama. Untuk menghimpun energi sekuat induknya, menurutnya, dibutuhkan waktu setidaknya sekitar dua abad. Jika dua abad itu dihitung sejak Gunung Krakatau meletus (1883), boleh jadi anak Krakatau akan meletuspada tahun 2083…….. (Masih hidupkah kita?)

Keterangan Foto: Lampu Kapal yang berasal dari kapal yang terdampar akibat letusan Gunung Krakatau ke Bandar Lampung. Lampu itu kini menjadi bagian dari taman kota, yang terletak di Taman Dwipangga, Teluk Betung, BandarLampung
Donny Budiman

Sikap Hidup Orang Batak (Kearifan2 Lokal)

Tiap bangsa atau suku bangsa tentu memiliki falsafahatau pandangan hidup (way of life) yang menjadi landasan ideal yang dipakai untuk menjadi pedoman hidup bersama. Dalam kosmologi Jawa, misalnya, dikenal ada dua dunia,yakni jagad cilik (manusia/individu) dan jagad besar (alam semesta). Kedua jagad tersebut diharapkan dapat bersimbiosis- mutualis (saling menghidupi) dalam suasana damai yang harmonis. Dalam pakeliran wayang hal itu terlihat pada gunungan, yang mengandung arti bahwa alam semesta dan mahluk hidup di dalamnya dapat hidup berdampingan dengan damai. Tak terkecuali dengan suku Batak yang konon terdiri dari 416 marga/keturunan. Mereka memperoleh warisan dari leluhur mereka nilai2 yang dapat menjadi panutandan tuntunan hidup mereka. Hanya sayang, literatur tentang budaya Batak boleh dibilang sedikit,terutama jika dibandingkan dengan literatur budaya Jawa.

Orang mengetahui nilai budaya Batak biasanyadari tradisi lisan saja. Dalam kondisi demikian, tak heran jika pandangan stereotip terhadap orang Batak tumbuh dan berkembang secara simplistis. Orang Batak disimpulkan sebagai berwatak keras, arogan dan kurang toleran, terutama jika dikaitkan dengan pekerjaan tertentu yang mereka geluti yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat pada umumnya. Dalam kenyataannya, padahal, tidak selalu demikian. Tidak sedikit dari mereka yang memiliki posisi penting di negeri ini.

Sejarah Suku Batak Leluhur orang Batak sering disebut Si Raja Batak.
Menurut Sitor Situmorang, asal-usul orang Batak danrelasinya dengan langit berdasarkan skema berikut:Putri Batara Guru ---> Ihatmanusia ----> Engbanua -->Si Raja Bonang2 ----> Tantan Debata ----> Si RajaBatak.

Lima generasi keturunan Putri Batara Guru dilukiskan sebagai leluhur berbagai suku bangsa di sekeliling Danau Toba. Si Raja Batak sendiri dikaitkan dengan sejarah pemukiman pertama di kaki Pusuk Buhit yang dihayati sebagai pusat wilayah Toba Na Sae. Raja Batak, konon, adalah anak raja Kerajaan Tulangbawang, yang kini masuk wilayah Lampung Utara. Karena ekspansi Kerajaan Sriwijaya, putra raja ini kemudian melarikan diri disertai beberapa pengikutnya ke utara dan menetap di Pusuk Buhit di bagian barat Danau Toba. Di sanalah ia hidup secara turun temurun, hingga keturunannya yang kini sudah menyebar ke seluruh penujuru dunia.

Dari keturunan Raja Batak, lahirlah garis keturunan yang merupakan ikatan pertalian darah yang kuat dan saling mengikat yang dikenal dengan istilah tarombo(silsilah, garis keturunan, sistem marga atau sistemkekerabatan) .Jika dicermati, asal muasal marga2 Batak adalah Pulau Samosir di Danau Toba. Tak heran jika desa2 di sana memiliki nama sesuai dengan nama marga2 yang ada(Silalahi, Sidabutar, dsb). Sebagai suku bangsa yang menganut sistem patrilinial, oleh penerusnya tarombo selalu diperbaharui dengan cara mendaftarkan/ memasukkan nama anak2nya (khususnyalelaki) sebagai garis keturunan berikutnya.

Dari level keturunan ini pula (dalam budaya Batak kerap juga disebut nomor), seseorang bisa memposisikan dirinya terhadap orang lain. Artinya, dengan tingkatan tersebut ia dapat menyebut/memanggil seseorang dengan sapaan tertentu (Oom/Tulang, Kakek/Opung, dsb).

Falsafah Hidup Orang Batak
Falsafah hidup orang Batak yang dikenal selama ini adalah boraspati (cecak). Falsafah yang bisa dipetik dari cecak yakni dalam kondisi/posisi seperti apa pun (di bawah, di atas atau di samping), cecak selalu menempel/lengket dengan habitatnya. Tafsir boraspati, jika demikian, orang Batak (harus) mudah beradaptasi dan (akan) disenangi olehlingkungannya.

Dalam realitasnya, hal itu terpantul lewat berbagai aspek kehidupan mereka. Perhatikan kala mereka merantau, orang Batak selalu berusaha beradaptasi dengan lingkungan barunya dan hidup berdampingan dengan prinsip saling menghormati. Falsafah boraspati ini kemudian dilengkapi dengan 'juklak' (petunjuk pelaksanaan) yang lazim disebut Dalihan Na Tolu (Tungku yang Tiga). Secara fisik,tungku yang dimaksud adalah tungku yang terdiri dari tiga batu simetris dan kokoh untuk menopangperiuk nasi. Ketiga tungku tersebut harus saling dukung danmerupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Tiap tungku punya fungsi dan makna sendiri. Dalamkekerabatan Batak, tungku pertama disimbolkan sebagaitubu (teman semarga), tungku kedua hula2 (jalur/pihakdari istri), dan tungku ketiga boru (pihak yangmenikahi anak perempuan). Dengan kata lain, mereka adalah Raja ni dongan tubu, Raja ni hula2, dan Raja niboru. Mereka harus hidup saling bekerjasama (salingmenolong) meski dengan cara yang berbeda.Sikap terhadap Raja ni dongan tubu kita harus manat(hati2). Perilaku kita tidak boleh menyinggung mereka.Harus saling bertanya dan mengingatkan. Sikap tersebut dalam tamsil Batak sering dinyatakan sebagai "lembutbak daun pisang, dukung mendukung bagai talas ditebing". Sikap terhadap Raja ni hula2 adalah somba (hormat),dalam arti sepenuh hati menghormati pihak mertua,mengingat dari pihak merekalah diperoleh keturunan.

Dalam adat Batak sikap terhadap hula2 ini sering diibaratkan sebagai "di depan harus dikejar, dibelakang harus ditunggu". Sedangkan sikap terhadap Raja ni boru harus elek(membujuk). Pihak boru tidak boleh pulang dengan linangan airmata sewaktu meninggalkan hula2nya.Artinya, jika toh ada kekurangannya, terimalah ia apa adanya, kemudian dibimbing dan diberi nasehat agar ia hidup bahagia.Relevansi dengan Dunia KerjaDalam kehidupan keseharian terutama dunia kerja,falsafah hidup orang Batak juga dapat diterapkan.

Misalnya sikap terhadap teman sekerja, mereka adalah ibarat dongan tubu kita. Kepada mereka kita harus saling bertanya, tukar menukar informasi, salingbekerjsama dan saling menghormati. Karenanya kita harus berusaha menempatkan diri sebaik mungkin, agar mereka tidak tersinggung karena perilakukita --yang pada gilirannya dapat mengganggu ketenangan kerja.Bagaimana sikap kita terhadap atasan? Kita harusbersikap sebagaimana kepada hula2.

Kita harus bersikap hormat yang tulus dan tidak boleh membantah/melawan. Dalam pekerjaan kita harus bisa mengimbangi apa yangmenjadi keinginan atasan kita. Sementara sikap terhadap bawahan bisa diibaratkan sikap terhadap boru. Kita harus bersikap membujuk danmembimbing. Kita juga harus bisa menampung keluhannyadan menerima segala kekurangan/kelemahannya.

Jika bawahan salah, misalnya, kesalahan mereka tidak harus diungkap semua. Kita harus bijak dan dapat berperan sebagai guru.Kesimpulan dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Batak, sebenarnya mempunyai falsafah hidupyang luhur/tinggi, terutama dalam memandang hidup dikaitkan dengan realitas lingkungan sekitar. Falsafah Boraspati dan Dalihan Na Tolu merupakan sebagian kecil dari kekayaan budaya Batak lainnya.

Masih banyak peninggalan leluhur lain yang layak dipelajari, seperti huruf Batak (yang memilikikeunikan tersendiri), filosofi rumah adat Batak,pustaha/kitab pusaka Batak, kalender Batak, tenunBatak (ulos), dan beberapa bentuk patung yang memilikimakna filosofi tersendiri di dalamnya. Setidaknya, melalui tulisan singkat ini, beberapa kandungan kekayaan budaya Batak mulai terungkap. Tak kenal maka tak sayang.

Donny Budiman

Kisah Cinta Rara Oyi Yang Menghancurkan Kerajaan Mataram

Alkisah di tahun 1580an di tanah Jawa di Kerajaan Mataram. Ada seorang Prabu yang mempunyai 5 orang anak yang berlainan ibu. Si sulung, berasal dari ibu asal Surabya diangkat dengan nama Adpati Anom, dia merupakan Putra Mahkota, calon Raja Mataram. Ia mempunyai adik antara lain Pangulu, Pangeran Puger, Pandada, angeran Singasari, Sundulan, Pangeran Marta Sana dan Wuragil, Den Mas Tapa. Adipati Anom, sejak kecil dipelihara sang kakek Pangeran Pekik Surabaya. Mereka merawat Adipati Anom dengan sayangnya seperti anak sendiri.Suatu hari Sang Prabu memanggil dua Menterinya, Nanya Truna dan Yuda Karti.

Keduanya diutus oleh sang Prabu buat mencari wanita cantik untuk dijadikan selir ke tanah pesisir dan manca negari. Sang Prabu mengungkapkan sebuah rahasia kalau telah mencapai suatu daerah maka kedua Menterinya harus mencicipi sumber air. Kalau airnya harum maka di daerah sana terdapat wanita cantik. Carilah wanita itu.Kedua Menteri itu pergi hingga ke tanah Surabaya. Mereka bertemu dengan Pangeran Pekik, Surabaya. Disana mereka menemukan mata air yang harum. Artinya disana ada wanita cantik. Kedua Menteri ini berkenalan dengan seorang Menteri asal Surabaya yaitu Ngabehi Mangun Jaya.Ternyata Ngabehi Mangun Jaya, mempunyai seorang putri yang masih perawan kencur nan cantik dan mempesona, nama Oyi atau Rara Oyi. Ketika diperkenalkan kepada kedua Menteri ini, mereka sampai melongo, sangat kagum kepada Rara Oyi. Nanya Truna dan Yuda Karti menyampaikan maksudnya kalau mereka diutus sang Prabu untuk mencari wanita buat dijadikan Selir oleh sang Prabu.Ngabehi Mangun Jaya, menyerahkan putrinya ini ketangan Menteri dari Mataram ini. Selanjutnya mereka membawa Rara Oyi ke Mataram untuk diperkenalkan ke Sang Prabu.

Ketika dipertemukan dengan Sang Prabu, ia pun berkenan hatinya dan sangat demen kepada Rara Oyi.Selanjutnya Rara Oyi diserahkan ke Wira Reja untuk dipelihara hingga tiba waktunya untuk diambil oleh sang Prabu untuk dibawa ke Kedaton.Cari JodohSuatu hari, sang Prabu memanggil Adipati Anom, Putra Mahkota Mataram untuk mencari jodoh. Sudah waktunya seorang Pangeran Kerajaan mempunyai pendamping. Ia menyurung Adipati Anom ke tanah Cirebon karena Adipati Cirebon mempunyai seorang Putri yang cantik dan pantas jadi pendamping Adipati Anom.Adipati Anom mematuhi saran sang Prabu. Ia berangkat ke tanah Cirebon dan bertamu ke rumah Adipati Cirebon. Adipati Anom mengakui kecantikan Putri sang Adipati Cirebon. Hanya saja sifat sang Putri yang judes dan sok berani dengan laki-laki membuat Adipati Anom kurang berkenan.Sampai akhirnya sang Adipati Anom mampir ke rumah Wira Rejan. Disana ia bertemu dengan Rara Oyi yang sudah tambah dewasa, semakin cantik, kulitnya langsat, tinggi semampai, raut mukanya menawan da gerak-geriknya mempesona.Baik Rara Oyi maupun Pangeran Adipati Anom ketika bertemu saling terkejut. Bahkan Adipati Anom sampai hatinya berdebar-debar, panas-dingin badannya dan menjadi kasmaran. Adipati Anom segera bertanya kepada Wira Reja,” Siapakah anak perempuan itu?”Wira Reja menjelaskan kepada Adipati Anom kalau anak perempuan itu merupakan simpanan Sang Prabu, ayahanda dari Adipati Anom. Kelak akan dibawa ke Kedaton untuk disunting.Mendengar penjelasan itu malah membuat gairah asmaranya semakin menyala-nyala. Ia pulang ke Istana dan langsung sakit asmara. Tidak mau keluar dari kamarnya. Emban dari Adipati Anom mengetahui sakit asmara ini. Ia melaporkan kepada sang kakek, Pangeran Pekik, Surabaya.

Mempersunting Rara OyiMengetahui sakit asmara dari cucu kesayangannya, Adipati Anom, Putra Mahkota kerajaan Mataram ini. Pangeran Pekik beserta istrinya, Nyi Pandan pergi ke rumah Wira Reja. Mereka meminta Wira Reja untuk menyerahkan Rara Oyi untuk dipersunting oleh Adipati Anom.Permintaan itu ditolak oleh Wira Reja karena takut murka Sang Prabu tapi Pangeran Pekik tetap memaksa dan sanggup bertanggung jawab atas murka Sang Prabu. Bahkan ia siap dihukum mati oleh Sang Prabu Mataram.Singkat ceritanya, dipertemukanlah Adipati Anom dengan Rara Oyi. Sakit kasmaran sang Adipati Anom lekas sembuh. Ia berterima kasih kepada sang kakek, Pangeran Pekik, Surabaya. Segera Rara Oyi di gendong Adipati Anom ke tempat tidur dan melampiaskan hasrtanya.Murka Sang PrabuHingga pada suatu hari, Sang Prabu memanggil Wira Reja. Ia menanyakan Rara Oyi, wanita titipannya. Wira Reja melaporkan apa adanya mengenai Rara Oyi dan Adipati Anom. Mendengar cerita itu, Sang Prabu sangat murka.Ia memerintahkan untuk membunuh Pangeran Pekik bersama sanak keluarganya yang berjumlah 40 orang. Wira Reja diusir ke Prana Raga beserta keluarganya.

Disana seluruh keluarga Wira Reja dibunuh.Pangeran Adipati Anom dipanggil Sang Prabu ke Kedaton. Disana ia diperintahkan oleh Sang Prabu untuk membunuh istri tercintanya, Rara Oyi dengan tangannnya sendiri dan memakai kerisnya sendiri. Jika tidak mau maka Adipati Anom akan dibuang dan dianggap bukan anaknya.Dengan perasaan hancur dan sakit hati. Pangeran Adipati Anom memangku Rara Oyi dan dibunuh dengan kerisnya sendiri. Setelah mendengar matinya Rara Oyi, Sang Prabu mengusir Adipati Anom dari Kadipaten ke Lipura. Kekayaan Adipati Anom dijarah dan istananya dibakar habis. Sejak saat itu sifat Sang Prabu berubah, ia menjadi pemarah, gemar menyiksa orang, melakukan maksiat. Ia menjadi kejam kepada siapapun yang tidak disukainya.Balas DendamWalaupun kesalahan Adipati Anom telah diampuni Sang Prabu dan harkatnya sebagai Putra Mahkota Mataram dipulihkan tapi hati sang Adipati Anom masih menyimpan dendam dan ingin menyingkirkan Sang Prabu yang mulai menyengsarakan rakyat Mataram.Pangeran Adipati Anom mulai menyusun kekuatan. Ia pun menghubungi eyangnya, Pangeran Kajoran. Mereka bersepakat menggulingkan sang Prabu untuk memulihkan Mataram. Pangeran Kajoran memberikan rekomendasi kalau pemimpin pemberontak akan dipegang oleh mantunya yang punya kesaktian yaitu Raden Truna Jaya, keturunan Madura.Pangeran Adipati Anom dan Pangeran Kajoran memanggil Raden Truna Jaya. Disampaikanlah misi rahasia kalau Raden Truna Jaya akan dijadikan wayang untuk membedah Mataram. Raden Truna Jaya menyanggupinya. Ia segera pergi ke Madura untuk menyusun kekuatan.Penyerbuan Orang MakasarSuatu ketika tanah Jawa diserbu oleh orang Makasar dibawah pimpinan Kraeeng Galengsong. Sebanyak 2000 orang Makasar menyerbu tanah Jawa dan merusak dan menjarah daerah pesisir. Malah bala tentara Mataram tidak sanggup menghadapi orang Makasar ini,Mendengar sepak terjang pasukan Kraeng Galengsong ini, Raden Truna Jaya mengadakan kesepakatan untuk membedah Mataram. Aksi gabungan orang Makasar, Madura dan Pesisir Jawa membawa kehancuran Mataram.

Bahkan ibukota Mataram dihancurkan oleh Raden Truna Jaya. Hal ini membuat Sang Prabu dan Pangeran Adipati Anom mengungsi.Sang Prabu memaksa Pangeran Adipati Anom untuk menghubungi Kompeni, Belanda dan meminta bantuan mereka untuk mengalahkan Raden Truna Jaya. Sedangkan Raden Truna Jaya yang berjaya membedah Mataram, lupa akan perannya. Ia berambisi menjadi Raja di tanah Jawa.

Pembalasan Adipati AnomKekalahan Mataram membuat Sang Prabu wafat. Pangeran Adipati Anom menjadi Prabu di Mataram. Ia bermufakat dengan Kompeni, Belanda melawan Raden Truna Jaya. Ternyata di pasukan Kompeni, ada seorang perwira asal Makasar. Perwira Kompeni ini adalah kakak kandung dari Kraeng Galengsong.Kemudian diadakanlah kontak rahasia dengan Kraeng Galengsong. Ia diminta untuk membelot dari Raden Trunajaya dan membela Mataram dan Kompeni, Belanda.. Berhubung yang memintanya adalah kakak kandungnya sendiri maka Kraeng Galengsong memenuhinya.Raden Truna Jaya diserbu oleh Mataram, Kompeni, Belanda di Kediri. Disana ia juga dibokong oleh orang-orang Makasar.

Akibatya pasukan Raden Truna Jaya hancur. Ia pun melarikan diri ke gunung Antang bersama keluarganya.Pangeran Adipati Anom membujuk Raden Truna Jaya untuk turun gunung dan bertemu dengan dirinya. Raden Truna Jaya bersedia menghadap. Disanalah Raden Truna Jaya menemui ajalnya di tusuk oleh keris sang Raja yang diikuti oleh keris para Bupati lainnya.Raja memerintahkan para Bupati untuk memakan mentah-mentah hati Raden Truna Jaya. Selain itu kepala Raden Truna Jaya dipacung dan dijadikan keset kaki. Esok paginya kepala Raden Truna Jaya di taruh di deplok dan dilumpang (ditumbuk) hingga hancur lebur.

Sejarah Yang Kita Peroleh
Dari kisah Rara Oyi ini didalamnya ada gugatan sejarah terhadap seorang Pahlawan Indonesia. Ia adalah Raden Truna Jaya atau Teruno Joyo. Kita mengenalnya dalam sejarah yg kita terima sejak SD-SMA dulu kalau Raden Truna Jaya adalah Pahlawan mengusir penjajah.

Tapi berdasarkan Babad Tanah Jawi. Raden Truna Jaya adalah penghianat Kerajaan Mataram yang melakukan konspirasi denga Putra Mahkota Mataram (Pangeran Adipati Anom) untuk mengkudeta Raja Mataram yang sah.Toh, ia juga menghianati Pangeran Adipati Anom (kawan konspirasinya) dengan berambisi jadi Raja di tanah Kediri. Ia melawan Belanda bukan untuk mengusir Kompeni dari Tanah Jawa tapi terpaksa melawan karena Adipati Anom membawa Kompeni untuk mengalahkannya.

Babad Tanah Jawi Cerita diatas diambil dari buku Babad Tanah Jawi Mulai dari Nabi Adam sampai Tahun 1647. Buku ini terjemahan dari buku yang berjudul Punika Serat Babad Tanah Jawi Wiwit Saking Nabi Adam Doenmoegi ing Taoen 1647 yang disusun oleh W.L. Olthof di Leiden Belanda tahun 1941. Buku Babad Tanah Jawi ini diterbitkan oleh Penerbit Narasi. Membaca cerita sejarah Babad Tanah Jawi ini agak merinding juga bak membaca cerita karya Shakespeare, Mario Puzo dan lainnya. Kisah kepahlawanan, percintaan, perselingkuhan, penghianatan, semuanya jadi satu disini.
donnie123s ludi hasibuan