Program revitalisasi merupakan salah satu cara yang dilakukan untukmenghidupkan kembali kawasan yang telah ada di masa lalu sehinggadapat berfungsi maksimal di masa kini dan akan datang. Kawasanrevitalisasi umumnya memiliki aktifitas yang redup namun berada dikawasan strategis sehingga berpotensi tinggi untuk ditangani.Penanganan revitalisasi sebuah kawasan seharusnya mengacu padakeunikan lokal yang membedakannya dengan kawasan lain. Oleh sebab itukonsep yang digunakan sudah pasti berbeda dengan yang digunakan untukkawasan lain.Seperti dilansir di harian Kompas (16 Februari 2008), konseppengembangan kota lama Tangerang mengacu pada pecinan di New York,Sydney, Surabaya dan Medan. Menurut penulis, setiap kawasan sudahpasti memiliki keunikan tersendiri meskipun sama-sama pecinan.
Hal ini berlaku pula untuk Tangerang. Kota Lama Tangerang memiliki banyak situs bersejarah terutama bangunankuno yang tersebar di sepanjang tepian Sungai Cisadane (mengingatjalur transportasi utama masa itu memang melalui sungai). Di tepiansungai ini, terdapat beberapa situs yang masih bertahan. Situs inimerupakan peninggalan etnis peranakan Tionghoa yang sampai saat inimasih digunakan oleh keturunannya. Kehidupan Kota Tangerang memangtidak pernah lepas dari kegiatan masyarakat peranakan Tionghoa.Sejarah Kota Tangerang sendiri memang berawal dari kelompok permukimanetnis Tionghoa. Permukiman Pasar Lama merupakan 1 dari 4 situs selain permukimanKeramat Pe Peh Cun, makam (tanah gocap dan tanah ¡¥cepe¡¦) dan rumahkapitan. Masing-masing kawasan memiliki orientasi ke arah sungai(waterfront) lengkap dengan dermaganya. Dari keempat kawasan, hanyadermaga di Pasar Lama yang sudah tidak dapat dilihat lagi jejaknya.Klenteng dan Mesjid di Pasar Lama Pasar Lama Tangerang bagi masyarakat setempat dikenal sebagai kawasanpecinan (kampung cina) Tangerang. Kawasan ini terkenal sebagai pasardi pagi hingga sore hari serta pusat makanan kaki lima di malam hari.Tak banyak yang mengetahui bahwa kawasan ini merupakan kawasan tertuadi Tangerang. Oei Tjien Eng (64 th), humas Klenteng Boen Tek Bio,menceritakan awal mula masuknya komunitas Tionghoa di Pasar Lama.Sekitar tahun 1513, komunitas Tionghoa pertama yang berada di daerahTeluk Naga masuk ke daerah Pasar Lama melalui Sungai Cisadane. Merekamembangun rumah di 3 gang yang kini bernama Gang Cirarab, GangTengah/Kali Pasir, dan Gang Cilangkap. Pola permukiman disusun dengan hirarki kosmologi yang jelas. Hirarkitersebut terdiri dari bagian atas (klenteng dan mesjid), tengah (rumahpenduduk) dan bawah (Sungai Cisadane). Klenteng berada di ujung Utarapermukiman sementara dermaga lama berada di ujung Selatan. Keduanyadihubungkan oleh jalan utama yang juga berfungsi sebagai aspermukiman. Mesjid berada di ujung Barat sejajar dengan Klenteng.Situasi ini memperlihatkan bahwa mesjid mendapatkan tempat yang samatinggi dengan klenteng di Pecinan Pasar Lama. Merujuk tulisan JohannesWidodo (2004) mengenai pola pecinan, mesjid dan klenteng memang selaluberada di pusat kawasan pecinan sebagai bukti toleransi dan kedamaianselain karena pada masa itu, sebagian orang Tionghoa beragama Islam.
Klenteng di Pasar Lama merupakan tempat ibadah umat Kong Hu Cu, Budha,dan Tao yang tertua di Tangerang. Klenteng yang didirikan pada Tahun1684 ini dinamakan Klenteng Boen Tek Bio yang artinya ¡¥kebajikansetinggi gunung dan sedalam lautan¡¦. Sepintas agak sulit membayangkanposisi gunung dan laut di Kota Tangerang. Namun ternyata, bila dilihatdari skala kota, terdapat dua klenteng lain di bagian Utara danSelatan Kota Tangerang. Kedua klenteng tersebut adalah Klenteng BoenSan Bio (dibangun Tahun 1689) di kawasan Pasar Baru yang melambangkangunung dan Klenteng Boen Hay Bio (dibangun Tahun 1694) di daerahSerpong yang melambangkan laut.Atap Lengkung Dan Lukisan Tua Di Pasar LamaDi bagian Selatan klenteng, berderet rapi bangunan berlanggam Cina.Bangunan tersebut berada di tiga gang utama (Gang Cirarab, GangTengah/Kali- Pasir, dan Gang Cilangkap). Pada masa lalu, area danbangunan di sepanjang Gang Tengah berfungsi sebagai hunian dan pasar.Saat ini, pasar telah berpindah ke bagian Timur dan Utara klenteng.Sepanjang mata memandang, terlihat dominasi bentuk atap Ren-Zi (Liu,1989) dan jendela kayu pada bangunan di ketiga gang tersebut. IstilahRen-Zi digunakan untuk bentuk atap miring yang agak melengkung ke arahbubungan dengan hiasan di kedua ujungnya. Di Negara Cina, bentukseperti ini dijumpai pada bangunan hunian masyarakat biasa. Secara umum, di area ini, terdapat 2 tipe bangunan langgam Cina dengandinding tembok dan sebuah halaman dalam yang berhubungan dengantetangganya.
Pertama, tipe rumah toko yang banyak ditemui di GangTengah. Bangunan ini memiliki 2 lantai dengan bagian bawah berfungsisebagai toko. Pintu dan jendela besar di bagian bawah bangunan terbuatdari kayu dengan konstruksi yang memudahkan untuk dibuka-tutup.Konstruksi lantai bagian atas terbuat dari kayu jati. Salah satu rumahtoko yang masih memiliki bentuk asli adalah rumah tinggal keluarga EdiRusmiadi di Gang Tengah. Dahulu, rumah ini digunakan sebagai huniandan toko kain. Kedua, tipe rumah tinggal yang banyak ditemui di Gang Cirarab dan GangCilangkap. Bangunan ini memiliki 1 lantai. Di salah satu bangunan,masih ditemukan dua lukisan tua yang masing-masing tergambar di bagianatas kolom teras. Lukisan tersebut mengilustrasikan dua lelaki yangberdiri di bawah pohon dengan panah dan pedang di tangannya.
Lukisan lain mengilustrasikan perjalanan seorang perempuan yang menunggangkuda dengan satria yang membawa tombak di tangannya.Wajah Pecinan VS Rumah WaletSatu hal yang sangat disayangkan dari wajah pecinan Pasar Lama adalahbahwa semua keindahan tersebut tersembunyi di balik ruko moderen danrumah walet. Bila dilihat dari Jalan Kisamaun, wajah pecinan bangunantenggelam di antara deretan bangunan moderen. Sementara dari jalanbaru di sepanjang pinggir Sungai Cisadane, yang tampak hanyalahderetan bangunan raksasa yang berfungsi sebagai rumah walet. Peralihanbentuk dan fungsi bangunan langgam Cina di kawasan ini sudahseharusnya diantisipasi. Rencana beberapa pihak untuk membangkitkan kembali kawasan Pasar Lamadan menjadikannya sebagai area wisata kota tua Tangerang patut dipuji.Namun demikian, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Pendataanjumlah dan letak bangunan kuno yang harus dipreservasi, bentukbangunan, pola permukiman asli serta latar belakang sejarah sudahseharusnya menjadi pertimbangan utama. Hal ini diperlukan agar suasanadan memori pecinan sebagai cikal bakal Kota Tangerang yang berbedadengan pecinan di daerah lain tidaklah pudar. Pembangunan fasilitasbaru dengan mengorbankan bangunan unik yang ada seperti yang pernahterjadi pada bangunan di Jalan Malioboro Yogya sudah seharusnyaditiadakan. Keterlibatan masyarakat setempat dan pemerintah daerahdalam proses perencanaan dan perancangan kawasan merupakan hal utamaberikutnya. Hal ini diperlukan agar semua pihak berada dalam posisiyang sama kuat dan sama menguntungkannya sedangkan kawasan itu sendiri tidak kehilangan maknanya.
M.I. Ririk Winandari Lahir dan tinggal di Tangerang, Dosen Jurusan Arsitektur-Universi tas Trisakti
-
No comments:
Post a Comment