Wednesday, February 18, 2009

Fenomena Krakatau


Krakatau adalah salah satu gunung berapi yang paling populer di Indonesia bahkan dunia. Penyebabnya, selain letaknya di tengah laut yakni di Selat Sunda, Krakatau pernah meletus tanggal 27 Agustus 1883 dengan daya ledakan yang maha dahsyat.
Menurut Verbeek (1885), Krakatau berasal dari kata Rakata, yang dalam bahasa Sansekerta berarti kepiting. Tak jelas mengapa disebut demikian. Tapi boleh jadi, bentuk awal Krakatau sebelum terjadinya letusan 1883memang seperti kepiting. James Cook (1780), pengelana berkebangsaan Inggris yang pernah singgah di Krakatau dgn kapal Resolution, membuat catatan bahwa pada saat itu Krakatau sudah ramai dihuni penduduk. Di sana terdapat sumber mata air panas, pepohonan, dan beraneka ragam makanan. Sebelum Krakatau meletus, luas pulau tsb 47 Km persegi.

Tingginya mencapai 1800 meter di atas permukaan laut, sementara kedalamannya mencapai 300meter di bawah permukaan laut. Kalderanya diperkirakan6,5 Km luasnya, dengan tiga puncak yg menjulang tinggi,masing2 adalah Danan, Rakata, dan Perbuatan. Secara teoritis, letusan gunung berapi terjadi karena gesekan dari patahan tanah yg melapisi bumi. Aktifitas itu, dalam skala besar, dapat meluluhkan batuan diperut bumi yg disebut magma. Jika magma tsb terdorong ke permukaan tanah, terjadilah letusan gunung berapi yang lazim disebut erupsi.

Tapi prosesnya tentu tidak terjadi seketika, melainkan melalui tahapan2 yg disebut dengan gejala awal. Gunung Krakatau ketika meletus tahun 1883 juga menunjukkan gejala yg sama.

Bulan Mei 1883, terjadi gejala awal berupa gempa kuat yg membawa kerusakan material pd lingkungan sekitarnya seperti Anyer dan Lampung. Setelah diselingi ‘batuk’ beberapa kali,bulan Juni 1883 terjadi letusan sangat kuat pd PuncakDanan dan Perbuatan. Akibatnya, dua puncak itu hilang dari permukaan laut! Puncak letusan terjadi tgl 27Agustus 1883, dengan terjadinya dentuman dahsyat secara terus menerus yg diikuti asap tebal membubung ke langit setinggi 92,6 Km serta hujan abu sejauh 870,000 Km. Tak heran, jika ledakan itu sampai terdengar hingga ke Australia dan Madagaskar. Menurut para ahli, kekuatan letusan saat itu diperkirakan 26 kali letusan Bom H. Debu vulkanis yg dimuntahkan sempat menutupi cahaya bulan dan matahari. Akibatnya, matahari maupun bulan saling berganti warnayg menimbulkan korona warna biru, hijau, jingga, dsb. Intensitas cahaya matahari yg turun –dgn sendirinya—diikuti penurunan suhu global bumi yg kala itu mencapai 0 – 7 derajat Celcius selama satu tahun.

Karena ledakan tsb terjadi di tengah laut, terjadilah gelombang raksasa (tsunami) setinggi 30 meter yg menghantam pantai2 di sekitarnya, termasuk Banten dan Lampung. Korban jiwa mencapai puluhan ribu orang. Menurut catatan resmi pemerintah Hindia Belanda saat itu, korban jiwa yg meninggal mencapai 36.417 orang, sedangkan kerugian material tidak terhitung jumlahnya. Sebagian peninggalannya masih bisa kita temui kini di Pantai Anyer berupa bongkahan batu besar (di sebelahMercusuar Anyer) dan di Lampung berupa lampu kapal yang terdampar ke sana (Lihat foto). Sebagai gambaran, jarak Pantai Anyer di Banten ke Krakatau sekitar 30Km, sementara dari Krakatau ke Bandar Lampung sekitar45 Km! Efek langsung dari letusan tsb, dua pertiga Gunung Krakatau hilang dari permukaan laut. Sisanya bisa di saksikan pada Pulau Rakata, yg kalau diamati dari dekat tidak berbentuk segitiga lagi sebagaimana layaknya sebuah gunung, tapi sebagian sisinya sudah datar yang berdiri tegak lurus menjulang ke atas dgn bekas aliran lahar di sana.

Setelah sekian lama terjadi letusan, pada tahun 1927,di bekas letusan Krakatau terjadi fenomena baru, yakni munculnya anak gunung Krakatau dari permukaan laut. Tetapi tak lama kemudian anak gunung itu hilang dari permukaan laut hilang ditelan gelombang, sebelum kemudian muncul kembali tiga tahun kemudian. Anak Krakatau dari tahun ke tahun tumbuh semakin besar. Kini tingginya sudah mencapai 230 meter dari permukaan laut atau 530 meter jika diukur dari dasar laut. Pertumbuhan anak Krakatau diperkirakan akan terus bertambah seiring dgn pertumbuhan gunung berapi aktif yg mengeluarkan material dari kawahnya berupa pijaran lava dan bom vulkanik ke udara. Kadang2 letusan kecil masih kerap terjadi. Secara kasat mata, pijaran lavanya sungguh indah dipandang mata dengan warnanya yang beraneka, membuat para wisatawan ingin datang melihat atau mendekat. Namun disisi lain, hal itu juga mendatangkan kekhawatiran pemerintah setempat kalau2 gunung tsb meledak lagi.

Untuk itu, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi secara aktif terus mendeteksi dengan peralatan seismograf agar diperoleh gambaran tingkat keaktifan Krakatau sudah mendekati bahaya atau tidak.Fenomena menarik lain, pada sebagian tubuh anak Krakatau kini mulai rimbun ditumbuhi pepohonan dan dihuni berbagai binatang jenis unggas dan reptil. Keberadaan flora dan fauna tsb, kemungkinan besar dibawa oleh angin, burung atau air laut.

Tak tertutupkemungkinan pula pepohonan itu mulanya ditanam oleh nelayan yg singgah di sana untuk berteduh. Para ahli dari berbagai bidang hingga kini masih aktif memantau pertumbuhan fenomena baru itu.Pertanyaannya kemudian: apakah anak gunung Krakatau bisa meletus lagi seperti induknya dulu? Prof AdjatSudradjat, salah seorang pakar vulkanologi, menyatakan bahwa anak Krakatau mungkin saja meletus lagi meski mungkin membutuhkan waktu yg lama. Untuk menghimpun energi sekuat induknya, menurutnya, dibutuhkan waktu setidaknya sekitar dua abad. Jika dua abad itu dihitung sejak Gunung Krakatau meletus (1883), boleh jadi anak Krakatau akan meletuspada tahun 2083…….. (Masih hidupkah kita?)

Keterangan Foto: Lampu Kapal yang berasal dari kapal yang terdampar akibat letusan Gunung Krakatau ke Bandar Lampung. Lampu itu kini menjadi bagian dari taman kota, yang terletak di Taman Dwipangga, Teluk Betung, BandarLampung
Donny Budiman

No comments:

Post a Comment